Sweet Chessy from Holland Part 1 ‘Mewah Karena Sampah’
Pengarang
: Yuhendra
Penerbit : Penerbit Diva Press
Tahun
Terbit : April 2014, Cetakan
pertama
Jumlah Halaman : 240 halaman
Haiii!! ini buku kedua di bulan Januariku (walaupun
nulisnya baru sekarang yah). Aku lupa selesai bacanya tanggal
berapa. Tapi, kemarin pas aku baca buku ini sebenarnya aku punya project baca tiga buku lainnya.
Sayangnya, karena kelumrahan bahasa dan keterpahaman serta ketertarikan yang
lebih (buat kamu yang punya impian menjejak kaki lebih jauh, recomemmed deh buku ini). Aku lebih
menuntaskan baca buku ini. Semoga tiga
buku lainnya bisa menyusul yah.
Buku
karya penulis Yulhendra ini, seorang jurnalis asal Sumatra Barat (daerahku)
terdiri dari dua puluh sub bagian yang punya pesan masing masing. Awalnya aku agak aneh sih sama judulnya,
Chessy, What meaning athour about chessy??? Manis, asin, or other?? Jadi penasaran, tapi yang
kepikiran pastinya, apakah keju itu dari Belanda??? Hehehhe
Yang
mau tahu cuy…. cari bukunya di toko buku yang ada stocknya (karena percuma cari
digr*media terdekat, tapi bukunya sold
out). Tapi nggak usah jauh-jauh
dulu, monggo dibaca secuplik dari apa yang aku dapatkan dari buku. So pasti
cerita bagaimana Yulhendra selama berada
di Belanda, adaptasi dengan lingkungan baru dan menariknya cerita dari tanah
kompeni itu sendiri. Chek it out!!
Mewah
Karena Sampah
Kalau di Indo yang kebayang pasti sampah-sampah kotor,
atau rumah dari kardus bekas. Sampah Indonesia jauh dari kesan mewah yah??
Hehehhe… Nah, beda kalau di Belanda. Sampah malahan bisa membuat rumah atau
khususnya kamar mahasiswa (karena mahasiswa aja yang mulung sampah disana… hehehe) jadi agak lebih mewah dan terkesan berisi.
Untuk
kamar yang disewakan di Belanda pada umumnya hanya terdiri dari lemari, meja
dan kasur dengan bantal (no bantal guling atau dutch lady -__- tidak lazim
digunakan oleh masyarakat Belanda), sementara yang lainnya kosong. Yulhendra tinggal di kamar ukuran 5x4 m di
Reitdiepstraat, Belanda.
Demi
melengkapai kamar yang kosong melompong,
memulung sampah berupa TV, sofa, meja dan barang lainnya menjadi
aktivitas bermanfaat nan menjanjikan. Tapi tentunya juga disertai dengan
pengorbanan untuk rela menyeret barang tersebut dari tempat pembuangan sampah
ke tempat tinggal masing-masing. ‘Mulung Time’ bisa jadi opsi buat kamu yang
mau berias yah :D
Selain
dari Mulung Time, kamar juga bisa bernilai 3 M (murah, meriah dan mewah) dengan
cara nerima barang-barang warisan dari penghuni apatermen terdahulu. Itu pun
kalau penghuninya kita kenal dan sama sama dari daerah yang sama, misalnya pas
Yulhendra tinggal di apartemen orang Indonesia dan ada yang akan pindah atau
balik ke tanah air. Umumnya isi apartemen harus dikosongkan seperti semula
(kewajiban dari pemilik apartemen), tentunya penyewa harus memindahkan semua
barangnya. Nah, dari pada rempong gangkutin barang ke tempat pembuangan plus nggak
mungkin dibawah pulang ke tanah air karena
akan over bagasi , pilihan satu-satunya (dan menanmbah amala kebaikan… Hihihi J)
dengan menawarkan kepada mahasiswa atau pendatang baru. Dan kita cukup
meninggalkan barang tersebut didepan pintu apartemen, yang berminat pada buru-buru
mulung lagi deh… yang ini mulung lebih berkulitas dan hemat tenaga sih.
Hehehhehehe
Aktivitas
mengumpulkan kembali barang bekas atau bahasa kasarnya memulung di Indonesia
sih dikonotasikan dengan pemulung yang memilih botol plastik untuk dijual
kembali. Tapi yang lebih tepat dibuku ini kita bilang renovasi barang lama kali
yah. Walaupun barang lama dari hasil mulung.
Soal
renovasi barang lama kayaknya memang jadi bakat bangsa Indonesia deh, kalau
bisa dibilang ini bakat. Improvisasi bangsa ini untuk memperbaiki yang rusak
nggak ada duanya deh. Makanya yang jadi
sampah di Indonesia kayaknya udah barang barang yang udah benar benar buluk
kali yah. Beda banget sama yang di
Belanda, ornag Belanda nggak mau dirempongin dengan memperbaiki barang,
sebagian alasan karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki barang
dan sebagian alasan lainnya karena biaya untuk memperbaiki barang lebih mahal
katanya. Mending beli barang baru aja. Jadi wajar yah, barang-barangnya pada
mewahan gituh.
Dan
yang menarik lagi yah, rumah (atau
perumahan kali yah) di Belanda di samping kiri, kanan, depan dan belakang itu
sama persis, begitupun rumah dalam satu komplek tersebut. Di Belanda rumah
tidak bisa menjadi ciri status sosial seseorang. Yang bisa membedakan hanyalah isi
perabot rumah mereka, yang menjadi wadah untuk mereka mengekpresikan selera
mereka. Jika mau rumah dengan model yang lebih mewah cukup tinggal di kompleks
yang lebih mewah saja. Tentunya semua rumah di kompleks tersebut sama.
Hehehhe..
Agaknya
ini menjadi pelajaran yang menarik bagi kita kali yah. Kalau di negeri kita ngampang
banget cari rumah mewah bertingkat tapi disebelah rumahnya adalah gubuk reot.
Jelas sekali strata ekonomi masyarakatnya. Cara pemerintah Belanda dalam
mengatur tata letak kotanya perlu diancungi jempol yah. Biar tidak ada yang
merasa cemburu dengan status sosial seseorang yah sehingga memunculkan hal yang
tidak diinginkan.
____>>>> Oke udah dulu yah ceritanya,
berhubung aku takut kepanjangan. Next step aku bakal lanjutin tentang cerita
dari buku ini di bagian selanjutnya. J
End : 6th February 2018
Komentar
Posting Komentar