BPK dan Kesejahteraan Rakyat ‘Tugas Mulia Demi Rakyat yang Sejahtera’ #BPK Kawal Harta Negara



Keluarga Bahagia, Wujud Masyarakat yang Sejahtera. Bagaimana caranya?? (f/Doc)




'Poverty is the worst form of violence'
(Kemiskinan adalah bentuk terburuk dari Kekerasan)
Mahatma Gandhi
Sudah selayaknya menciptakan kesejahteraan rakyat menjadi tanggungjawab negara. Sebagaimana tertuang dalam sila kelima ‘Kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’. Untuk mewujudkan hal tersebut beberapa lembaga ditunjuk untuk melakukan fungsinya dalam mengawal keuangan negara. Salah satu lembaga tersebut adalah Badan Pengawas Keuangan Negara Republik Indonesia  (BPK) RI. Dalam perannya BPK melakukan  pengawalan terhadap harta negara.
Dalam peran tersebut, BPK seolah berlomba-lomba dengan korupsi yang tumbuh seperti jamur di musim hujan. Tiada henti-hentinya kasus korupsi yang dilakukan oleh orang berkerah putih ini merongrong bangsa. Mulai dari Hambalang, Freefort, dan kasus lainnya. Jika harta negara terus digerogoti akankah masyarakat sejahtera? 

Semakin banyak yang miskin. f/google
Sebuah data Pada Maret 2017 dari Badan Pusat Statistik (BPS) menjembatani pertanyaan tersebut. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin, yakni penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di lndonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen dari jumlah total penduduk). Menurut Kepala BPS Suhariyanto, angka tersebut bertambah 6,90 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen). Meski secara presentase angka kemiskinan mengalami penurunan, namun secara jumlah angka tersebut mengalami kenaikan. Jelas masih ada ruang yang menganga antara si kaya dan si miskin. Dan salah satu tersebabnya adalah korupsi. (dilansir dari Tempo.co 17 Juli 2017).Siapakah yang bisa menolong pengurangan kemiskinan tersebut? BPK RI salah satunya!

Bagaimana BPK Mensejahterakan Rakyat?

            Siapa yang tidak mengenal lembaga yang satu ini. Lembaga setingkat dengan presiden ini berdiri pada 1 januari 1947. Jika dihitung kini usianya sudah 71 tahun. Selama usia tersebut pasang surut pengawasan keuangan negara tentu dialami. Terutama terkait dengan perundang-udangan yang menaungi lembaga tersebut.
            Sebelum reformasi, BPK RI bukanlah lembaga yang benar-benar setara secara teknis dengan presiden. Bukanlah lembaga yang dengan bebas dan mandiri untuk menjalankan fungsinya sebagai pengawas keuangan negara. Dahulu laporan yang diberikan BPK harus disesuaikan dengan kepentingan pemerintahan, tentunya hal tersebut berdampak buruk pada kinerja dari BPK sendiri. Salah satu poin penting BPK dahulu tidak sepenuhnya bisa dikatakan  badan independen yang bebas berdiri dengan mandiri dan tidak mendapat tekanan dari birokrat. Tentunya hal tersebut bukan hawa yang baik untuk lembaga yang bertugas memeriksa.
Gedung BPK RI. f/google

Beruntung, setelah amandemen terhadap UUD 1945  yang ditetapkan pada 10 November  2001 memuat ketetapan yang lebih tegas mengenai posisi BPK. Dalam amandemen tersebut, BPK dinyatakan sebagai badan yang “bebas dan mandiri” (Pasal 23E).  Pasal tersebut berbunyi:

“Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”.

Tidak hanya penekanan kata bebas dan mandiri. Perubahan penting lainnya dalam amandemen tersebut adalah ditambahkannya ketetapan bahwa yang diperiksa BPK bukan saja “tanggungjawab tentang keuangan negara” melainkan juga “pengelolaan keuangan negara”. Dengan demikian fungsi BPK semakin menentukan dalam mengendalikan keuangan negara, karena BPK kini juga wajib memeriksa bagaimana pemerintah dan lembaga negara lainnya mengelola keuangan yang dipercayakan kepada mereka.
Kini, BPK sudah bisa menjalankan visinya yakni  menjadi pendorong keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat; serta misi yang dibagi menjadi dua yakni pertama memberikan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri, dan melaksanakan tata kelola organisasi yang berintegritas, independensi, dan profesi.
sumber: bpk.go.id

Berbagai kasus akhirnya terkuak karena peran BPK dalam memeriksa laporan keuangan. Auditor BPK punya peran besar sebangai penyaring informasi akhir dan sebagai indvidu profesi yang menyatakan wajar atau tidaknya laporan keuangan tersebut. Jika kita bayangakan tidak ada BPK, bagaimana jadinya laporan keunagan yang ada hanya diterima tampa monitoring dan evaluasi lebih lanjut. Tentunya bukan sembarang orang yang berada pada profesi tersebut.
Data terbaru yang dilansir dari bpk.go.id dengan judul BPK Selamatkan Keuangan Negara Senilai Rp13,70 Triliun Pada Semester I Tahun 2017 yang terbit pada 10 Oktober 2017 menunjukkan bahwa dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2017 bahwa capaian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang menerima peningkatan capaian opini WTP hampir sekitar 70% pada 2016. Capaian opini pada LKPD telah melampaui target kinerja keuangan daerah bidang penguatan tata kelola pemerintah daerah/program peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019.
Dengan IHPS I Tahun 2017 merupakan bukti bahwa BPK telah berkontribusi untuk mengawal keuangan negara dangan cara menemukan dan melaporkan temuan kecurangan. BPK sendiri telah memberikan 463.715 dan sebanyak 320.136 rekomendasi (69%) telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi.
Dan tercatat selama  periode 2003 sampai dengan 30 Juni 2017, BPK telah melaporkan 447 temuan berindikasi pidana senilai Rp44,74 triliun kepada Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan KPK sebagai aparat penegak hukum. Dari jumlah temuan itu, 425 temuan senilai Rp43,22 triliun (97%) telah ditindaklanjuti. Selama periode 2013 sampai dengan 30 Juni 2017, BPK telah menerbitkan laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara sebanyak 120 kasus senilai Rp10,37 triliun dan US$2,71 miliar atau ekuivalen dengan Rp46,56 triliun.
Data diatas hanya bermakna satu yang terpenting, dengan semakin jeli BPK melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara, masyarakat akan semakin sejahtera. Bagaimana tidak, dana yang diselewengkan bisa dikembalikan pada fungsi semula untuk mensejahterahkan rakyat.

Tiada Korupsi, Wujud Masyarakat yang Sejahtera

sumber: google.com

Banyak cerita dalam berbagai literatur dan media massa yang menjadi jalinan kisah bahwa korupsi tersebut menjauhkan masyarakat dari kesejahteraan. Korupsi memungkinkan gubuk reot bertetangga dengan rumah mewah. Korupsi yang memungkinkan jutaan anak Indonesia putus sekolah, bukan karena sistem pemerintah yang salah. Tapi ada oknum-oknum terkait yang selalu menggunting dalam lipatan.
Dalam sebuah buku yang berjudul Kaum Miskin Bersuara,17 Cerita tentang Korupsi. Ada kisah tentang korupsi berupa naik Kelas uang Dulu, Beasiswa Murid dipakai Guru, Lubang Uang di Sel Polisi, Jalan Belakang Korps TNI, Damai itu indah Asal.. dan lainnya. Kesemua cerita tersebut bermuara sama, bahwa tidak ada yang sejahtera karena korupsi. Negara yang seharusnya mempermudah malah membuat kehidupan masyarakat semakin sulit. Tidak hanya perkara ekonomi dan lembaga negara, sampai pada masa depan bangsa yang ditopangkan pada pendidikan anak bangsa juga dikorupsikan. Intinya korupsi memiskin masyarakat dengan cara berbagai cara.
Istilah sama digunakan oleh sebuah buku yang berisikan opini Kompas dengan judul Korupsi yang Memiskinkan, berisi terkait bagaimana korupsi terus memiskinkan rakyat. Pada intinya kedua buku menunjukkan fakta bahwa korupsi memiskinkan.
Lalu bagaimana mensejahterahkan rakyat jika korupsi terus terjadi. Masih ingat bukan dengan kasus E-KTP yang membuat ribuan orang Indonesia terkendala dengan identitas dan urusan administrasinya. Kasus tersebut cukup sudah merugikan negara sebesar Rp 2,31 Triliun  dari 59 Triliun nilai proyek yang diterima  (sumber: Kompas tanggal 7/3/2017). 
Sekian banyak uang dan kekayaan negara hanya memakmurkan perut orang-orang tertentu. Tapi masyarakat lain malah digilas oleh transportasi yang tidak maju maju, fasilitas umum yang kurang dan jembatan yang rusak. Semua sumber daya untuk perbaikan tersebut ada, tapi berlarian dicuri maling. Saatnya lebih jeli menerka mereka, siapa lagi yang diharapakan kalau bukan BPK RI dan badan terkait. Tentunya tugas mulia tersebut  tidak dipangku sendiri namun perlu sinergi dnegan banyak lembaga, selaiknya semboyan bangsa kita untuk selalu bergotong-royong.

Sumber:
http://www.bpk.go.id/news/bpk-selamatkan-keuangan-negara-senilai-rp1370-triliun-pada-   
semester-i-tahun-2017 
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2016
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2017
Buku Saku 2017 "Mengenal Lebih Dekat BPK"
Korupsi yang memiskinkan. Publisher, Penerbit Buku Kompas, 2011. 
Kaum miskin bersuara: 17 cerita tentang korupsi. Contributors, Ratih Hardjono, dkk.    
       Publisher, Kemitraan Bagi Pembaruan tata Pemerintahan di Indonesia, 2002.
https://bisnis.tempo.co/read/1059934/esdm-sederhanakan-51-peraturan-ini-rencana-jonan- 
selanjutnya 

















Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemuda Memberi Tanpa Balas Kasih #PemudaMendesa Yulia Eka Sari for Anti Corrupttion Youth Camp 2017

Memanah Bintang

Kembali ke Desa untuk Mengentas Kemiskinan