Kembali ke Desa untuk Mengentas Kemiskinan


Pemudaku kemana dirimu? Saat renta mencari sesuap nasi dengan lelah. (google.com)


“Seribu orang tua bisa bermimpi, satu pemuda bisa mengubah dunia”-Soekarno


            Dulu Soekarno, seorang pemuda yang membela bangsanya demi kemerdekaan pernah mengatakan hal demikian pada masanya. Namun, jika Soekarno hidup pada masa ini akankah ia kembali  mengatakan hal yang sama. Akahkah di mengatakan satu orang pemuda yang berjalan acuh dengan gadget-nya seolah lupa dunia luar, adalah pemuda yang diharapkan dapat mengubah dunia. Apakah harga jutaan gadget mereka tidaklah lebih penting dibandingkan dengan kepedulian menganjal perut saudaranya.
            Sejak tujuh puluh dua tahun lalu Indonesia merdeka, tidak satu dua masalah yang dihadapi oleh negeri ini. Tercatat berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2017 ada 27,77 juta orang (10,64 persen dari jumlah total penduduk) yang berada dibawah garis kemiskinan.


            Salah satu penyebab kemiskinan tersebut adalah arus urban dari kota ke desa yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan kehidupan didesa yang jauh dari layak, sementara kota masih dianggap lebih gemerlap dari desa. Sebab untuk menutup steorotip demikian,  pembangunan desa menjadi fokus pemerintah saat ini. Yaitu dengan adanya dana desa sejak 2015 lalu.
            Kebijakan dana desa yang ditujukan memperkecil kesenjangan sosial dan ekonomi masyarakat kota dan desa. Tahun 2015 saat dana desa baru dimulai terdapat Rp 20 Triliun yang dikucurkan, tahun 2016 meningkat menjadi Rp 47 Triliun dan tahun 2017 menjadi Rp 60 Triliun. Sebuah peluang bagi 17.268 desa untuk mengembangkan dirinya.
            Namun permasalahan baru muncul ketika dana desa telah dikucurkan, masyarakat yang ada untuk membangun desa yang tinggal hanyalah mereka yang sudah paruh baya, berada pada batas usia renta,  adapun yang muda pergi ke kota. Jika ada yang tinggal didesa mereka adalah pemuda yang papa aksesnya pada pengetahuan dan teknologi. Jika demikian bagaimana akan membangun desa dengan kesempatan tersebut.
            Jika demikian yang terjadi tentunya upaya pemerintah dengan kuncuran dana yang besar menjadi sia-sia belaka. Pembangunan menjadi bualan semata. Akankah kita membiarkan hal tersebut terjadi. Apakah pemuda masih tidak peduli dengan kehidupan desanya. Akankah membiarkan dana tersebut dikorup oleh sebagian perangkat desa yang berhenti untuk peduli dengan masyarakatnya.
            Itu seharusnya menjadi tanggungjawab baik pemuda kota di kota maupun pemuda kota yang berasal dari desa diseluruh Indonesia. Kita tidak bisa menyerahkan tanggungjawab untuk mengelolah desa pada pada orangtua yang tinggal didesa. Bagaimana mereka akan berpikir tentang dana desa, mana pula mereka akan sadar dengan korupsi yang ada. Mana pula mereka untuk ingat bahwa ada dana yang dikucurkan untuk kesejahteraan mereka. Jika sehari-hari harus dilewati dengan pergi pagi ke sawah dan pulang petang kerumah. Adakah waktu untuk berbincang hal yang serius soal kemajuan desa. 

            Pemudalah yang harus bergerak. Pemudalah yang harus sadar untuk mulai menjadi pendamping desa bagi perangkat desa yang sebagian mungkin awam soal teknologi. Pemudalah yang harus lebih tahu tentang potensi desanya. Pemudalah yang akan membangun desanya.
            Tidak lagi menjadi pemuda yang gagal paham memanfaatkan teknologi yang ada. Dengan bonus demografi Indonesia di 2020 adalah mungkin jika kesenjangan antara desa dan kota dapat berkurang. Bagaimana tidak, ada jutaan angka usia produktif yang fasih akan teknologi yang bisa melakukan banyak hal untuk desanya.
            Jika menginginkan untuk membuat Indonesia adalah tanah yang nyaman untuk semua warga negaranya. Satu, dua pemuda dan jutaan lainnya harus melakukan gerakan kembali ke peduli pada desa. Sehingga angka urbanisasi dapat berkurang ke kota, dan kita tidak lagi melihat rumah kardus dikolong jembatan dengan wajah pias orang-orang seakan meminta belas kasih dari tuhan.
            Mari sayangi desa. Habiskan waktu dan manfaatkan teknologi secara lebih baik lagi untuk membantu desa masing-masing. Jika demikian,  bukan saja kita bisa membuat tak ada lagi tangan yang tengadah karena tidak makan tiga hari. Tapi kita juga bisa membuka lapangan pekerjaan untuk kita sendiri dan orang lain, dibandingkan harus menganggur setelah sarjana, Yuk kembali kedesamu dan berantas  kemiskinan. 




#BulanKemanusiaan

#HeroJamanNow

#Membentang Kebaikan



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemuda Memberi Tanpa Balas Kasih #PemudaMendesa Yulia Eka Sari for Anti Corrupttion Youth Camp 2017

Memanah Bintang