Perjuangan Indah Perantau Ilmu Amerika-Eropa
Judul Buku : Perantau Ilmu Amerika-Eropa
Pengarang : PPI Dunia
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
Tahun terbit : Jakarta/2018
Meraih
bangku pendidikan tinggi bagi sebagian
besar anak Indonesia masih seperti mimpi yang sulit untuk dicapai. Terutama
memasuki bangku perkuliahan di luar negeri. Apakah karena kondisi finansial
yang kurang memadai, kemampuan bahasa yang kurang, lingkungan yang tidak
mendukung hingga turunnya semangat dan kepercayaan diri untuk memiliki mimpi.
Kendala
diatas berusaha dijawab oleh sebuah buku berjudul “Perantau Ilmu Amerika-Eropa”,
yang dirangkum dari kisah-kisah mahasiswa Perhimpuan Pelajar Indonesia (PPI) se-Dunia.
Didalam buku ini, mereka bercerita tentang semua hambatan yang dialami dalam
proses meraih mimpi pendidikan tinggi tersebut. Yang pada akhirnya berhasil
ditembas oleh dua hal, harapan dan keberanian untuk menjadi perantau ilmu.
Harapan
dan keberanian itu mungkin yang diharapkan juga tumbuh bagi mereka yang membaca
buku ini. Berikut tiga bagian dalam buku ini yang menjadi alur dalam pejuangan
indah perantau ilmu tersebut.
“Puluhan kali saya gagal tahap ini. Namun
hal tersebut yang membuat saya lebih jeli dalam mengintropeksi diri dan
mencegah agar tidak mengulang kesalahan yang sama.” Begitu tulis Muhammad Syukron Eko dalam sepenggal
ceritanya berjudul 50 kali gagal, 6 kali berhasil.
Ia
adalah anak seorang petani dari sebuah desa di Pasuruan, Jawa timur yang
memiliki cita-cita untuk menjadi ilmuwan dibidang komputer dan elektronik. Di
akuinya pada dasarnya ia adalah anak yang pemalu, namun karena ingin
mendapatkan pengalaman dibidangnya, ia mulai terlibat aktif dalam kegiatan
sosial di sekolah.
Ia pun
mulai mendaftar untuk mengikuti studi diluar negeri sejak SMK dengan program
beasiswa Bina Antarbudaya AFS ke Amerika. Sayang ini masih belum menjadi
jodohnya. Hingga setamat SMK dia memutuskan untuk gap year selama dua tahun karena belum memiliki cukup dana untuk
studi S-1. Selama gap year tersebut ia mulai belajar bahasa inggris dan
mengincar beasiswa Universitas Paramadina. Sayang, ia harus gap year satu tahun lagi, karena gagal
dalam proses wawancara.
Menariknya,
ia tidak berhenti berjuang. Ia akhirnya memutuskan untuk studi S-1 di universitas
negeri dengan biaya pribadi. Univeristas inilah yang pada akhinrya menjadi gerbang
awal untuk menuju Uni Eropa. Ia mulai terlibat aktif di organisasi, belajar bahasa
inggris dan mendaftar beasiswa Erasmus Mundus. Gayung bersambut, ia lulus
program beasiswa tersebut. Namun, karena suatu alasan beasiswa ini di cancel.
Tak
patah arang, tahun berikutnya ia kembali mendaftar program beasiswa tersebut
dan menjadi yang kedua terbaik dari 63 penerima beasiswa se-Asia Tenggara. Ia
pun diterima studi S-1 di Politechnika Lubelska, Polandia.
Hal
sama juga mejadi cerita dari Muzakki
Bashori yang memilih mundur dari pekerjaannya karena terpilih sebagai delegasi
Provinsi Jawa Tengah untuk Program PPAN. Dan akhirnya melanjutkan kuliah di
TEFL University of Groningen, Belanda. Juga, cerita dari Cynthia Romaniar yang
menempuh studi magister di internasional Horticulture, Leibniz University Hannover,
Jerman.Yang sebelumnya setelah gagal dua kali dalam beasiswa memutuskan untuk
menjadi pendamping petani dalam program kementrian pertanian. Yang akhirnya
membuat ia sadar dan kembali untuk meraih mimpinya mewujudkan pertanian
indonesia yang lebih mandiri.
Setelah berhasil diterima kuliah lalu? Itulah yang menjadi pertanyaan bagi Radita
Liem, mahasiswa program studi ilmu komputer, Tartu University, Estonia dengan
beasiswa Dora+ dari Repulik Estonia dan Erasmus+. Anekdot
yang dikatakan oleh teman-temanya bahwa kuliah maste itu gampang, bisa dapat
nilai bagus, jalan-jalan, update di instagram dan bikin iri teman-teman di
Indonesia. Padahal, ia harus mengulang belajar matematika SD hanya demi
memahami apa yang dikatakan dosennya ketika memberikan mata kuliah.
Pasalnya,
matematika yang diajarkan menggunakan bahasa inggris semua. Hingga butuh
beberapa waktu baginya untuk memahami bahwa derivative itu adalah turunan,
belum lagi untuk mengingat rumus-rumusnya. Akhirnya ia harus mulai mengerjakan
soal-soal matematika SD sampai SMA dalam kurun waktu satu semester.
Cerita
lain datang dari Talitha Chairunissa, mahasiswa Master of Public Policy di
Harvard University. Ia seorang ibu, dan pada masa awal keberangkatanya ia harus
menunda studinya karena mendapat serangan stroke misterius ketika tidur. Ia
dialrikan ke rumah sakit dalam keadaan koma dan langsung menjalani craniotomy
surgery untuk menghentikan pendarahan di otak kanannya.
Strioke
yang menyerangnya sangat langkah, Cryptogenic Hemorrhagic Stroke of Human
Origin. Akibat Stroke tersebut Talitha kehilangan kemampuan motorik dasarnya.
Ia harus mulai lagi belajar bagaimana cara duduk, berdiri, berjalan, memakan
pakaian, makan, minum dan lainnya. Tidak sedikit yang mengatakan untuk tidak
usah melanjutkan studi, fokus saja pada keluarga dan anak. Apalagi ia kini
seorang perempuan dengan disabilitas.
Demi
menjadi kuat bagi anaknya, ia memutuskan untuk tetap berangkat studi di Harvard
university yang membawa banyak tantangan baginya. Ia masih belum bisa berjalan
dengan cepat, sehingga sering ektinggalan kelas, tidak bisa menulis cepat
sehingga kehabisan waktu dalam ujian, juga harus menghadapi mengetik tugas
dengan satu tangan, sebab tanga yang lainnya masih belum pulih. Ia harus
bekerja 2,3, hingga 4 kali lebih keras dari mahasiswa-mahasiswa lainnya.
Selain
itu ia juga masih harus meluangkan waktu untuk dua kali seminggu untuk terapi.
Pada kahirnya ia berhasil menamatkan kuliahnya. Pesannya jangan terlalu cepat
memupus cita-citamu karena stereotypes yang jamu hadapi. Dunia sudah menjadi
akomodatif. Jika sudah memiliki cita-cita berusahalah untuk meraihnya dengan
doam inisitif dan kerja keras. Yakinlah bahwa kerja keras tidak akan menghianati
hasil nantinya. Tetap semangat!.
Diakhir
buku kamu disunguhi tulisan Hatta Bagus Himawan, master di TU/e bidang
Inivation Management. Pada akhirnya buku ini layak kamu konsumsi untuk memiliki
pengalaman berjuang seindah suka dan duka mereka. Semoga!
Untuk Bung Hatta dan Bung-Bung Lainnya
Hai bung,
Bagaimana kabarmu di surga sana?
Apakah kau sedang tersenyum melihat
Indonesia?
Atau sebaliknya?
Hai Bung,
Memang negara kita sekarang sedang tidak
baik-baik saja.
Banyak permasalahan yang bikin pening
kepala, entah itu pejabat yang sudah hilang urat malunya atau sekeda ibu-ibu
yang tidak mau patuh diantriannya.
Hai Bung,
Jangan pernah hilang ahrapan terhadap
kita,
Bagaimanapun juga, tidak akan lelah
mencintai negeri kita, Indonesia.
Seperti yang engkau torehkan dan contohkan
di catatan sejarah.
Ingatlah kami,
Tunggulah kami, masa pembuktian kami,
untuk negeri ini.
Komentar
Posting Komentar